Senin, 13 Agustus 2012

Fredy S dan Sastra Kaki Lima




Namanya kerap tertulis Fredy Siswanto atau Fredy S saja. Tapi tetap saja di pentas sastra Indonesia dia tidak pernah dianggap ada. Sebab dia bukanlah WS Rendra, Umar kayam atau Romo Mangunwijaya. Secara kualitas memang karya-karyanya jauh dari apa yang kerap disebut karya sastra. Oleh karena itu novel-novelnya harus terpinggirkan dan harus puas dengan cap sebagai roman picisan bahkan ada yang menyebut sastra kaki lima. Meski begitu toh Fredy tak hirau.

Meski begitu tak banyak yang tak mengakui produktifitasnya Angka 300 judul bukanlah jumlah yang kecil. Bahkan sekitar 100 judul novelnya kini telah diterbitkan oleh beberapa penerbit swasta yang berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia. Novel-novelnya pun cukup laku dijual di Malaysia dan Brunei Darussalam. Ia menulis tentang apa saja terutama tentang cerita cinta. Mulai yang humor sampai serius. Gaya berceritanya pun tidak konsisten, terkadang dia meniru gaya pengarang yang sudah mapan, Ashadi Siregar misalnya. Namun, salah satu novelnya Senyumku adalah Tangisku diangkat ke film layar lebar, dan sukses. Film itu diproduksi tahun 1980-an dengan bintang Rano Karno dan Anita Carolina.

Harus diakui, Fredy S adalah fenomena. Bersama Abdullah Harahap juga Maria Fransiska di era 80-an karyanya banyak dinantikan para penggemarnya. Buku-bukunya biasa di jumpai di terminal-terminal, lapak-lapak kaki lima atau pedagang-pedagang koran dikeluarkan oleh penerbit-penerbit kecil. Sebelum kemudian menjadi santapan anak-anak SMA. Dari merekalah karya-karya Fredy banyak memperoleh sambutan. Menjadi koleksi dan beredar di antara teman dengan beberapa lembar yang dilipat, sebab dia banyak menyelipkan adegan-adegan nakal di beberapa lembarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar